seorang anak dengan wajah masam, baju kusam dan pancaran tubuh yang tidak membangkitkan semangat datang pada gurunya.
“Ayahanda guru, telah ku ikuti semua nasehat dan petuah ayahanda, aku belajar seharian selepas sekolah disaat semua teman-temanku asyik bermain dan bersenda gurau di taman-taman kota.
Ketika malam menjelang aku tetap saja belajar di saat teman-temanku merasakan kehangatan keluarga mereka menikmati tontonan keluarga.
Do’a, ibadah bahkan shalat malam pun tak pernah lewat satu malam pun”
“Namun, yang kurasakan adalah penderitaan, bukan kebahagiaan yang seperti ayahanda guru sampaikan.
Nilaiku hanya standar seperti pada umumnya teman-temanku, hatiku juga tersiksa.” Hal itu makin menambah kusamnya wajah anak itu.
“Ananda sayang, cobalah angkat sedikit pinggir bibirmu ke atas, tersenyumlah dan perbaiki penampilanmu”, jawab gurunya dengan bijak.
Sebulan kemudian, anak itupun datang kembali kepada gurunya, bukan dengan wajah layaknya bulan lalu, tetapi dengan wajah yang memancarkan nilai positif dan aura kebahagiaan serta penampilan yang sederhana namun sangat bersahaja.
“Ayahanda guru, ternyata hidup ini indah, dan resepnya hanya sederhana.”
Sahabat, terkadang dalam kehidupan kita, kita merasa adalah orang yang paling sengsara di bawah kolong langit ini.
Kecerdasan yang rata-rata, wajah yang pas-pasan, kulit yang hitam lebam, keluarga yang serba kekurangan, sekolah di sekolah yang bukan unggulan, dan hanya mendapatkan teman yang miskin. Astaghfirullah. Semua itu kadang hinggap dalam benak kita, bahkan terkadang bersarang dan membuat hidup semakin susah.
Rasulullah SAW adalah orang yang termiskin di muka bumi tetapi beliau adalah orang yang paling bahagia.
Masih banyak orang-orang di sekitar kita yang hidupnya lebih sengsara dari kita, lebih susah dari kita. Sosok Fahri dalam Ayat-Ayat Cinta yang harus berjuang untuk tetap kuliah dengan menerjemahkan buku.
Sosok Azzam dalam Ketika Cinta Bertasbih yang harus menjadi pedagang bakso di Mesir untuk tetap bisa tetap survive hidup atau sosok Lintang yang harus bersepeda sejauh 80 kilometer sehari melewati rawa yang banyak buayanya untuk bisa bersekolah di sekolah miskin Muhammadiyah di pedalaman Belitong.
Serta Ikal yang harus bangun pukul 2 pagi menjadi pengangkut ikan sampai jam 6 untuk membiayai sekolahnya sendiri yang akhirnya dapat kuliah di Sorbone Prancis yang dikisahkan dalam Laskar Pelangi.
Hidup ini terlalu indah bila hanya diratapi, pandanglah kedepan, lihatlah kawan ada surga yang Allah janjikan untuk kita yang beriman.
Tersenyumlah setiap kali bangun pagi, maka akan terasa sebuah energi positif yang menjalar di sekujur tubunh yang memberikan spirit untuk menjalani hari ini lebih baik lagi.
(Majalah Pebi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar